Magic 1 click here
Magic 2
Cip cip cip
suara burung berkicau dari luar jendela kamarku. Aku terbangun dan ini dia....
kamarku tercinta.
“Aku bermimpi itu lagi....”
itulah kalimat yang pertama kali kuucapkan
Tentu saja semua itu hanya
mimpi dan sudah berbulan-bulan aku bermimpi tentang mimpi yang sama. Aku
hanyalah siswi SMU biasa dan tentu saja di dunia yang normal.
Aku melihat langit-langit kamarku. Langit-langit itu lagi... semuanya hanyalah mimpi yang terus bersambung.
Aku melihat langit-langit kamarku. Langit-langit itu lagi... semuanya hanyalah mimpi yang terus bersambung.
“Vi! Kalau sudah bangun, cepat
mandi!”
Ya, itu adalah ibuku. Dia
selalu pergi bekerja setelah membangunkanku. Lalu ayahku? Sudah 3 bulan aku
tidak bertemu dengannya, dia jarang pulang dari luar negri karena pekerjaannya.
Yah, aku tergolong orang yang
cukup kaya tapi semua itu sama sekali tidak membuatku senang karena aku hampir
tidak pernah bercanda dengan orang tuaku.
“Hoi! Kau belum siap juga?”
Glek! Itu Zero, dia adalah
orang yang paling menakutkan di rumah ini. Padahal saat di mimpi dia sangat
baik...
“Iya iya aku akan mandi”
“Iya iya aku akan mandi”
“Cepat! Aku tidak digaji untuk
menunggumu mandi!”
Zero adalah guru privat dan
pengurus rumahku, dia orang yang sangat kejam. Setiap hari aku selalu dimarahi
olehnya.
“Hoi! Ayo cepat!” teriak Zero
dari luar
“Iya!
Aku memakai seragam sekolahku.
Tentu saja seragam sekolah swasta yang terkenal, karena itulah aku jadi punya
guru privat yang sangat galak.
“Cepat duduk di sini!” katanya
sambil menunjuk kursi di depan meja rias “Hari ini mau gaya rambut seperti apa?”
“Yang biasa saja”
Zero menyisir rambutku yang
panjang dan membuat kepang kecil di sisi kiri dan kanan rambutku.
“Ayo berangkat!”
Oh ya, aku dan Zero satu
sekolah. Itu juga supaya dia bisa mengawasiku sepanjarng waktu. Aku hampir
tidak bisa kabur dari pengawasan Zero.
“Vi, Tumben kau agak terlambat”
“Vi, Tumben kau agak terlambat”
“Aku bermimpi itu lagi...”
“Mimpi yang sama selama
sebulan ini? Kau yakin tidak mau memerikasanya?”
“Sepertinya itu tidak perlu”
Itu adalah teman baikku Nella.
Gadis berambut pirang dan agak panjang dengan mata biru terang.
Orang tua Nella adalah teman baik orang tuaku karena itu kita jadi teman baik. Ini seperti pertemanan berantai atau mungkin pertemanan turunan tapi yang manapun juga, semua sama saja...
Orang tua Nella adalah teman baik orang tuaku karena itu kita jadi teman baik. Ini seperti pertemanan berantai atau mungkin pertemanan turunan tapi yang manapun juga, semua sama saja...
“Yo, Zero! Masih sibuk mengurus
anak itu?”
“Begitulah... dia seperti
monyet yang tidak bisa diatur”
“Siapa yang kau bilang seperti
monyet hah!?”
Orang yang menyapa Zero adalah
Theo. Theo adalah laki-laki populer nomor 2 setelah Zero. Aku sendiri bingung
kenapa mereka berdua menjadi populer....
“Vi, ayo ke kelas. Sebentar
lagi bel akan berbunyi. Zero dan Theo juga sebaiknya masuk ke kelas kalian”
kata Nella
Oh ya, meskipun sekolah ini bukan asrama tetapi gedung perempuan dan gedung laki-laki dipisah. Gedung perempuan bernama Phoenix sedangkan gedung laki-laki bernama Draconis.
Oh ya, meskipun sekolah ini bukan asrama tetapi gedung perempuan dan gedung laki-laki dipisah. Gedung perempuan bernama Phoenix sedangkan gedung laki-laki bernama Draconis.
Tapi itu tidak menutup kemungkinan Zero melepas pengawasannya padaku. Dia punya mata-mata... dan setiap istirahat, Zero selalu ke gedung perempuan untuk mendapat laporan dari mata-matanya.
Kami sampai di kelas tepat
saat bel berbunyi. Beberapa saat kemudian guru kami masuk, Ellaine-sensei.
“Hari ini kita kedatangan
siswi baru. Claire, ayo masuk!”
Dan.. masuklah seorang gadis
cantik bertumbuh tinggi dan berambut pendek. Claire... sepertinya aku pernah
mendengar nama itu entah di mana.
“Ada kata-kata yang ingin di sampaikan?” tanya Ellaine-sensei
“Sepertinya tidak... aku tidak pandai berbicara” jawab Claire
“Ada kata-kata yang ingin di sampaikan?” tanya Ellaine-sensei
“Sepertinya tidak... aku tidak pandai berbicara” jawab Claire
1 comments:
Woaaa.. Sugoii..
ditunggu lanjutannya! \(^O^)
Post a Comment