The Last Hope: A Sacrifice For The Truth

The Last Hope: A Sacrifice For The True click here

-Act One-

[Melfan Village]

Perasaan hangat itu menyentuh kulit. Hembusan angin begitu lembut menyapa Drake. Beberapa ilalalng bergoyang serentak di atas bukit terjal yang menjorok kelaut. Deruan ombak seolah bernyanyi di telinga. Langit pun sangat senang hari ini. Tak terlihat awan sedih disana.

Drake menghisap rokoknya lagi. Dia terduduk menyender pohon besar yang berdiri tegak di dekat jurang. Di sambingnya, sebuah sniper berdiri menyender pohon--menemani Drake dalam kesunyian Laksana seorang teman.

"Jadi, apa yang harus kulakukan sekarang," ucap Drake memecah keheningan.
Pria tua itu tersenyum sejenak sambil menatap laut.
"Ada sesuatu," katanya berpaling.
"Apa, Ayah. Tidak usah berbelit-belit lagi."
Pria tua itu kembali tersenyum.
"Aku sudah tua, Drake. Dan aku tidak sekuat dulu."
"Jangan bilang ini tentang penyakit itu," potong Drake.
Drake tahu yang sedang di bicarakan ayahnya itu. Dia tahu kalau ayahnya mengidap penyakit atau yang lebih bisa di sebut kutukan itu. Dia ingin melakukan sesuatu. Menolong ayahnya dan hidup bahagia selamanya seperti dalam cerita. Tapi itu tidak mungkin. Waktu telah mengajarkannya banyak hal. Dan sekarang, untuk menyembuhkan ayahnya saja, seperti sebuah angan yang tidak akan pernah tercapai.
"Kau bisa membaca pikiran ini, Anakku."
"Tenanglah ayah," Drake berdiri. "Akan kucari penyebuhnya. Aku dengar ada sesuatu yang di sebut Ourin Crystal. Itu mung....."
"Ourin Crsytal hanya dongeng, anakku. Tidak ada hal yang seperti itu di dunia nyata. Benda itu terbuat dari ribuan roh suci yang kemudian di kristalkan menjadi sebuah batu. Kalau pun ada, benda itu tidak akan mudah di cari."
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Untukmu ayah. Membunuh dewa sekalipun akan kulakukan," ucap Drake lalu berjalan meninggalkan ayahnya.
"Tunggu, Drake."
"Tenanglah, ayah. Biar kutemukan benda itu. Ayah istirahat saja di......."
"Bukan itu."
Drake menghentikan langkahnya.
"Cygnus akan kembali."
"Lalu," kata Drake menoleh kearah ayahnya.
"Kudengar ada ramalan yang mengatakan kalau ada dua orang anak yang akan menyelamtakan dunia dan membunuhnya."
Drake tersenyum simpul.
"Ayolah...., ayah. Itu hanya ramalan konyol yang di buat oleh orang-orang idiot. Mereka hanya ingin membuat dunia lebih tenang. Mereka tidak bisa menerima kenyataan. Tidak ada yang bisa mengalahkan iblis itu. Tidak ada harapan," jelas Drake panjang lebar.
"Well, mungkin kau benar. Tapi bagaimana denganmu?. Keluargamu mempunyai sejarah dengan iblis itu."
"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya," kata Drake sambil melanjutkan langkahnya.

***

Desa Melfan adalah sebuah desa yang berada di tangah hutan Arwah. Desa sederhana itu di huni oleh orang-orang ramah yang sebagian besarnya bermata pencharian sebagai petani. Walau desa itu berada di tengah-tengah hutan Arwah yang begitu di takuti. Tapi, tak terlihat rasa cemas di wajah penduduk desa ini. Itu karena penduduk di desa ini begitu menghargai kehidupan. Mereka selalu meminta izin di setiap perbuatan yang akan mereka lakukan. Penduduk desa Melfan percaya kalau setiap tempat berpenghuni. Entah itu batu, pepohonan, rerumputan atau bahkan rumput liar.

Desa Melfan berbentuk melingkar dengan pagar yang melindungi desa itu dari ancaman dunia luar. Tapi, walau di sekeliling desa itu di bangun pagar, tak terlihat satu pun penjaga di gerbang desa itu. Bahkan gerbang desa itu selalu terbuka lebar. Para penduduk desa itu sengaja membuka pintu gerbang desa mereka, karena desa itu jarang sekali di kunjungi oleh orang luar. Dan penduduk desa itu juga sedikit. Mereka berharap kalau ada orang atau petualang yang rela tinggal di desa mereka atau sekedar singgah saja.

Di tengah-tengah desa itu menjulanglah sebuah pohon besar yang di jadikan bahan pemujaan oleh masyarakat itu. Masyarakat desa itu begitu taat berdoa di pohon itu. Dan Sesekali membawakan sesajen atau makanan untuk pohon itu.

Pas sekali. Pikir Drake. Desa Melfan adalah langkah awal yang bagus untuk mencari Ourin Crystal.

Drake berjalan perlahan melewati gerbang desa Melfan. Semua mata tertuju padanya. Siapa dia?. Pikir penduduk desa itu. Penampilan Drake membuat tatapan mata para penduduk desa itu semakin tajam melirik kearahnya.

Drake tidak peduli. Dia tetap saja melangkahkan kaki berototnya kedalam salah satu kedai itu. Suara krincingan menyambut kedatangannya. Drake melirik ke dalam kedai itu. Tempat itu begitu sederhana. Meja-meja berjejer dengan rapi di sisi kiri dan kanan. Ruangan itu di hiasi sedemikian rupa. Sampai terlihat enak untuk di pandang. Drake melangkah ke salah satu meja dan duduk di sana. Hening. Tidak satu pelanggan pun di kedai itu selain Drake seorang.
"Permisi, tuan. Anda mau pesan apa?" tanya wanita itu sambil memegang sebuah lap di tangannya.
"Air dan makanan," perintah Drake sinis.
"Makanan apa tuan?"
"Terserahah."
wanita itu menganggukan kepalnya tanda mengerti.

Tak sampai lima menit, wanita itu kembali lagi sambil membawa nampan berisi bakso panas dan secangkir air.
"Ini tuan," kata wanita itu ramah.
Drake tersenyum sedikit lalu mulai melahap makanan yang ada di atas meja.
"Anda tersesat ya?"
Drake tidak menanggapi wanita itu.
"Maaf, tapi jarang sekali ada yang berkunjung kedesa kami. Anda mungkin yang pertama sebulan ini," kata wanita itu hangat.

Suara krincingan itu berbunyi lagi. Sekelompok orang berbadan besar dan berperawakan seram masuk kedalam kedai. Mereka tertawa sambil berkata-kata dengan suara lantang. Orang-orang itu mengenakan pakaian semaraut. Tubuh mereka yang kekar hanya terbalut oleh singlet yang di buat oleh kulit hewan. Sedang bagian bawah mereka di tutupi oleh celana pendek yang juga di buat oleh kulit hewan.

Wanita yang tadi melayani Drake kini beranjak kearah pria-pria berubuh besar itu. Wanita itu tampak tidak senang dengan perlakuan pelanggannya itu. Pria-pria bertubuh besar itu menggoda dan sesekali mencolek tubuh wanita malang itu.

Drake menatap pria-pria itu dengan tatapan menjijikan. Dasar pria-pria kotor. Mereka seperti orang yang terperangkap di hutan bertahun-tahun. Pikir Drake.
"Apa yang kau lihat, orang asing?. Kau mau mati ha?" bentak salah satu pria itu.
Wajah pria itu di hiasi jenggot tebal. Sangar dan mengerikan. Mungkin jika pria itu mendekati seorang anak kecil, anak kecil itu bakal berlari menjauh sambil menangis ketakutan.
"Aku bicara kepadamu!" pria itu berdiri dan menghampiri Drake.

Drake merogoh sesuatu dari dalam saku jaketnya dalam diam. Lalu, dari kantung celananya Drake menarik sebuah peredam dan memasangnya ke moncong revlover yang tadi di ambilnya dari saku jaketnya.
"Hei!!!" pria bertubuh besar itu menggebrak meja Drake.

The Last Hope: Bangkitnya Kegelapan, Lagi... click here

0 comments:

Post a Comment

The Last Hope: A Sacrifice For The Truth

On Thursday, April 26, 2012 0 comments

The Last Hope: A Sacrifice For The True click here

-Act One-

[Melfan Village]

Perasaan hangat itu menyentuh kulit. Hembusan angin begitu lembut menyapa Drake. Beberapa ilalalng bergoyang serentak di atas bukit terjal yang menjorok kelaut. Deruan ombak seolah bernyanyi di telinga. Langit pun sangat senang hari ini. Tak terlihat awan sedih disana.

Drake menghisap rokoknya lagi. Dia terduduk menyender pohon besar yang berdiri tegak di dekat jurang. Di sambingnya, sebuah sniper berdiri menyender pohon--menemani Drake dalam kesunyian Laksana seorang teman.

"Jadi, apa yang harus kulakukan sekarang," ucap Drake memecah keheningan.
Pria tua itu tersenyum sejenak sambil menatap laut.
"Ada sesuatu," katanya berpaling.
"Apa, Ayah. Tidak usah berbelit-belit lagi."
Pria tua itu kembali tersenyum.
"Aku sudah tua, Drake. Dan aku tidak sekuat dulu."
"Jangan bilang ini tentang penyakit itu," potong Drake.
Drake tahu yang sedang di bicarakan ayahnya itu. Dia tahu kalau ayahnya mengidap penyakit atau yang lebih bisa di sebut kutukan itu. Dia ingin melakukan sesuatu. Menolong ayahnya dan hidup bahagia selamanya seperti dalam cerita. Tapi itu tidak mungkin. Waktu telah mengajarkannya banyak hal. Dan sekarang, untuk menyembuhkan ayahnya saja, seperti sebuah angan yang tidak akan pernah tercapai.
"Kau bisa membaca pikiran ini, Anakku."
"Tenanglah ayah," Drake berdiri. "Akan kucari penyebuhnya. Aku dengar ada sesuatu yang di sebut Ourin Crystal. Itu mung....."
"Ourin Crsytal hanya dongeng, anakku. Tidak ada hal yang seperti itu di dunia nyata. Benda itu terbuat dari ribuan roh suci yang kemudian di kristalkan menjadi sebuah batu. Kalau pun ada, benda itu tidak akan mudah di cari."
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Untukmu ayah. Membunuh dewa sekalipun akan kulakukan," ucap Drake lalu berjalan meninggalkan ayahnya.
"Tunggu, Drake."
"Tenanglah, ayah. Biar kutemukan benda itu. Ayah istirahat saja di......."
"Bukan itu."
Drake menghentikan langkahnya.
"Cygnus akan kembali."
"Lalu," kata Drake menoleh kearah ayahnya.
"Kudengar ada ramalan yang mengatakan kalau ada dua orang anak yang akan menyelamtakan dunia dan membunuhnya."
Drake tersenyum simpul.
"Ayolah...., ayah. Itu hanya ramalan konyol yang di buat oleh orang-orang idiot. Mereka hanya ingin membuat dunia lebih tenang. Mereka tidak bisa menerima kenyataan. Tidak ada yang bisa mengalahkan iblis itu. Tidak ada harapan," jelas Drake panjang lebar.
"Well, mungkin kau benar. Tapi bagaimana denganmu?. Keluargamu mempunyai sejarah dengan iblis itu."
"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya," kata Drake sambil melanjutkan langkahnya.

***

Desa Melfan adalah sebuah desa yang berada di tangah hutan Arwah. Desa sederhana itu di huni oleh orang-orang ramah yang sebagian besarnya bermata pencharian sebagai petani. Walau desa itu berada di tengah-tengah hutan Arwah yang begitu di takuti. Tapi, tak terlihat rasa cemas di wajah penduduk desa ini. Itu karena penduduk di desa ini begitu menghargai kehidupan. Mereka selalu meminta izin di setiap perbuatan yang akan mereka lakukan. Penduduk desa Melfan percaya kalau setiap tempat berpenghuni. Entah itu batu, pepohonan, rerumputan atau bahkan rumput liar.

Desa Melfan berbentuk melingkar dengan pagar yang melindungi desa itu dari ancaman dunia luar. Tapi, walau di sekeliling desa itu di bangun pagar, tak terlihat satu pun penjaga di gerbang desa itu. Bahkan gerbang desa itu selalu terbuka lebar. Para penduduk desa itu sengaja membuka pintu gerbang desa mereka, karena desa itu jarang sekali di kunjungi oleh orang luar. Dan penduduk desa itu juga sedikit. Mereka berharap kalau ada orang atau petualang yang rela tinggal di desa mereka atau sekedar singgah saja.

Di tengah-tengah desa itu menjulanglah sebuah pohon besar yang di jadikan bahan pemujaan oleh masyarakat itu. Masyarakat desa itu begitu taat berdoa di pohon itu. Dan Sesekali membawakan sesajen atau makanan untuk pohon itu.

Pas sekali. Pikir Drake. Desa Melfan adalah langkah awal yang bagus untuk mencari Ourin Crystal.

Drake berjalan perlahan melewati gerbang desa Melfan. Semua mata tertuju padanya. Siapa dia?. Pikir penduduk desa itu. Penampilan Drake membuat tatapan mata para penduduk desa itu semakin tajam melirik kearahnya.

Drake tidak peduli. Dia tetap saja melangkahkan kaki berototnya kedalam salah satu kedai itu. Suara krincingan menyambut kedatangannya. Drake melirik ke dalam kedai itu. Tempat itu begitu sederhana. Meja-meja berjejer dengan rapi di sisi kiri dan kanan. Ruangan itu di hiasi sedemikian rupa. Sampai terlihat enak untuk di pandang. Drake melangkah ke salah satu meja dan duduk di sana. Hening. Tidak satu pelanggan pun di kedai itu selain Drake seorang.
"Permisi, tuan. Anda mau pesan apa?" tanya wanita itu sambil memegang sebuah lap di tangannya.
"Air dan makanan," perintah Drake sinis.
"Makanan apa tuan?"
"Terserahah."
wanita itu menganggukan kepalnya tanda mengerti.

Tak sampai lima menit, wanita itu kembali lagi sambil membawa nampan berisi bakso panas dan secangkir air.
"Ini tuan," kata wanita itu ramah.
Drake tersenyum sedikit lalu mulai melahap makanan yang ada di atas meja.
"Anda tersesat ya?"
Drake tidak menanggapi wanita itu.
"Maaf, tapi jarang sekali ada yang berkunjung kedesa kami. Anda mungkin yang pertama sebulan ini," kata wanita itu hangat.

Suara krincingan itu berbunyi lagi. Sekelompok orang berbadan besar dan berperawakan seram masuk kedalam kedai. Mereka tertawa sambil berkata-kata dengan suara lantang. Orang-orang itu mengenakan pakaian semaraut. Tubuh mereka yang kekar hanya terbalut oleh singlet yang di buat oleh kulit hewan. Sedang bagian bawah mereka di tutupi oleh celana pendek yang juga di buat oleh kulit hewan.

Wanita yang tadi melayani Drake kini beranjak kearah pria-pria berubuh besar itu. Wanita itu tampak tidak senang dengan perlakuan pelanggannya itu. Pria-pria bertubuh besar itu menggoda dan sesekali mencolek tubuh wanita malang itu.

Drake menatap pria-pria itu dengan tatapan menjijikan. Dasar pria-pria kotor. Mereka seperti orang yang terperangkap di hutan bertahun-tahun. Pikir Drake.
"Apa yang kau lihat, orang asing?. Kau mau mati ha?" bentak salah satu pria itu.
Wajah pria itu di hiasi jenggot tebal. Sangar dan mengerikan. Mungkin jika pria itu mendekati seorang anak kecil, anak kecil itu bakal berlari menjauh sambil menangis ketakutan.
"Aku bicara kepadamu!" pria itu berdiri dan menghampiri Drake.

Drake merogoh sesuatu dari dalam saku jaketnya dalam diam. Lalu, dari kantung celananya Drake menarik sebuah peredam dan memasangnya ke moncong revlover yang tadi di ambilnya dari saku jaketnya.
"Hei!!!" pria bertubuh besar itu menggebrak meja Drake.

The Last Hope: Bangkitnya Kegelapan, Lagi... click here

0 comments:

Post a Comment