Chapter 4 click here
Altar merasa bersalah atas apa yang ia telah lakukan. Ada sebuah pemikiran dalam otak Altar untuk membantu menyelesaikan persoalan ini, bukan dengan membangunkan Profesor Molak Malik dari tidurnya, bukan juga dengan mengeluarkan jaring dari pergelangan lengannya karena itu akan membuat penyamarannya ketahuan, melainkan Altar mencoba merapal mantra mencoba peruntungannya, tapi tak ada mantra yang Altar sebutkan dapat menghentikan karpet terbang raksasa itu, sebab mantra yang disebutkan terkesan asal-aslan aja semisal:
Altar merasa bersalah atas apa yang ia telah lakukan. Ada sebuah pemikiran dalam otak Altar untuk membantu menyelesaikan persoalan ini, bukan dengan membangunkan Profesor Molak Malik dari tidurnya, bukan juga dengan mengeluarkan jaring dari pergelangan lengannya karena itu akan membuat penyamarannya ketahuan, melainkan Altar mencoba merapal mantra mencoba peruntungannya, tapi tak ada mantra yang Altar sebutkan dapat menghentikan karpet terbang raksasa itu, sebab mantra yang disebutkan terkesan asal-aslan aja semisal:
“Ada
operasi polisi di depan.”
“Stop salah arah.”
“Bang kiri bang!”
Dia sadar usahanya ini sia-sia ketika ia ingat kalau
mengucapkan mantra tak semudah membalikkan telapak tangan Godzilla. Perlu
latihan dan sinkronisasi antara mantra dan gerakan tangan atau dalam hal ini
tongkat sihir.
“Sudahlah, usahamu itu sia-sia saja. Kita sudah dekat
dari sekolah, cara satu-satunya menghentikan benda ini adalah dengan
membangunkan Profesor Molak Malik.” Jelas Warneng yang memandang kearah depan
karpet dengan wajah dramatis.
“Apa yang terjadi jika kita tak berhenti pada waktunya
kak?” Tanya Altar polos.
“Pertanyaan yang bagus. Kita mungkin akan jatuh ke
danau dan diamakan oleh monster logness disana atau mungkin kita dicegat
Godzilla ketika di tengah danau. Itu juga kalau Godzilla sudah pulang dari
liburannya di Jepang, soalnya tahun lalu dia sering galau dan kepala sekolah
menyuruhnya untuk…” Omongan Warneng terputus karena teriakan Angie.
“Aduh boook… danaunya udah keliatan tuh, eike jadi
takut ni.” Kata Angie sambil menunjuk ke danau yang samar-samar ada ekor
raksasa terlihat membuat gelombang Tsunami kecil-kecilan.
Semua orang semakin panik dan berlari-lari
kecil membentuk pola melingkar sambil berteriak-teriak memekakan telinga.
“Ini semua karena ulah si anak kelas satu itu.”
“Iya anak itu pembawa sial.”
“Ayo kita bakar dia!”
“Aku setuju, ayo kita bakar dia itu seorang penyihir!”
Orang-orang mencerca perbuatan Altar yang membuat
kekacauan di karpet merah raksasa ini. Warneng berusaha keras menghalangi
orang-orang untuk main hakim sendiri terhadap Altar. Akhirnya mereka memutuskan
untuk tidak main hakim sendiri dan mengubahnya menjadi main hakim bareng-bareng.
Apalah daya kekuatan Warneng melawan puluhan orang
yang ingin mengkroyok Altar runtuh seketika. Altar merasa ketakutan waktu itu
dan merunduk berlindung dari pukulan orang-orang.
“Hei kalian semua hentikan!”
Suara itu datang dari atas mereka. Seorang pria tampan menaiki seekor
Pegasus putih rambutnya panjang tertiup angin, maksud saya rambut pegasusnya
yang panjang bukan orang yang naik karena nanti kalau tidak dijelaskan ada
salah persepsi antara pembaca dan penulis yang mungkin menimbulkan konflik dan
berujung pada pengadilan. Berlebihan banget deh kayaknya.
Pria tampan itu mengacungkan tongkat sihirnya kearah
anak-anak yang mau main hakim bareng-bareng. Anak-anak itu terdiam dan
tertunduk malu.
“Sudah kalian makan dulu sana! Ada
mie Mantap special rasa naga bakar.” Sambil menjentikan tongkat sihirnya dia
memacu Pegasusnya mengitari karpet dan keluarlah semangkuk mie Mantap special
rasa naga bakar.
“kak Warneng siapa orang itu?” Tanya Altar pada
Warneng yang baru saja bangun karena tadi terjatuh ditabrak oleh orang-orang.
“Oh, dia itu koki sekolah sihir kita si Tatang
Surantang. Masakannya memang paling enak tapi jangan pernah menanyakan resepnya
karena kau akan kehilangan selera makanmu.” Jelas Warneng pada Altar, dan Altar
hanya mengangguk-angguk sambil membunyikan musik punk rock yang membuatnya
seperti anak punk.
Ya memang si penunggang Pegasus itu adalah koki di
sekolah sihir Wahkun. Tatang menyipitkan matanya seperti orang cina dan
menyisir seisi karpet merah seakan mencari sesuatu. Pandangannya berhenti
ketika melihat Profesor Molak Malik berwujud nyamuk terbaring lemas diantara
para wanita yang sedang makan mie. Dia lalu turun dari Pegasus mendatangi
Profesor Molak Malik.
“Sudah kuduga ada yang tidak beres, tomboteko
lorolungo.” Mantra yang aneh diucapkan Tatang. sepertinya si Tatang adalah
penyihir kelas atas karena menguasai mantra sesulit itu piker Altar.
Profesor Molak Malik terlihat sudah sadar. Dia
berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi padanya. Dia sepertinya telah ingat
dan memandang Altar dengan mata nyamuk kecilnya.
“Tatang kemarilah! Ada sesuatu yang ingin kuperintahkan padamu
tentang anak kelas satu yang satu itu.” Tatang mendekat dan mereka saling
berbisik. Tak begitu lama mereka berbisik dan jika mau tau pastinya berapa
lama, mereka berhenti ketika anda membaca tepat pada bagian ini.
Tatang mendekat kearah dan perasaan adegan si Tatang
ini mendekat melulu, baca aja lagi kalau gak percaya. Dasar si Tatang kurang
kerjaan.
“Altar ikutlah denganku! Disini bukanlah tempatmu
berada.” Dengan menggandeng tangan Altar, Tatang memanggil pegasusnya bukan
dengan siulan melainkan suara kentutnya yang merdu.
“Sebenarnya kenapa aku akan kau bawa?” Tanya Altar
dengan mata memelas dan berkaca-kaca.
“kembali ke karpet biru bersama teman-temanmu tentunya.”
Jawab Tatang sambil tersenyum.
Altar merasa senang
dapat kembali bersama teman-temannya yang sebaya. Meraka berdua mulai menaiki
Pegasus dan terbang menjauh dari karpet merah berisi orang-orang yang rakus
memakan mie.
0 comments:
Post a Comment